Activity

Promo

Event Calendar

Info Management

Article

Hall Of Fame

Latest Article

Yang perlu di cermati tentang penggunaan Collagen

Monday, 27 February 2017

Yang Perlu Dicermati tentang Penggunaan Kolagen

Gizi.net - KOLAGEN sebagai salah satu bahan untuk memperindah kulit, cukup luas dikenal masyarakat. Mereka yang belum pernah menggunakan, paling tidak pernah mendengar kata ini, lewat berbagai sumber.

Sebuah iklan menyebutkan, kolagen bisa mengembalikan kekencangan kulit yang sudah mengendur, mempermulus kulit dan membuat kulit bercahaya. Sebegitu hebatkah kolagen?

Dokter Titi Moertolo mengatakan, ada tiga macam cara menggunakan kolagen. Mereka yang merasa tertarik sebaiknya memilih untung-ruginya, agar tak menyesal belakangan. Maunya menjadi lebih cantik, salah-salah malah bisa fatal.

Kolagen, jelas dokter kulit ini, bisa digunakan dengan tiga cara, yakni diminum, dioles atau disuntikan. "Mana yang baik, mana yang paling efektif, tidak bisa dijawab secara umum begitu saja," katanya. "Ini tidak cuma berlaku untuk kolagen, tetapi juga untuk yang lainnya. Jangan ikut-ikutan karena melihat orang lain berhasil," lanjut dokter Titi Moertolo lagi.

Peringatan tersebut perlu ditekankan karena pengalaman memperlihatkan, banyak orang cepat terpengaruh untuk mengikuti temannya. Tetapi banyak orang kemudian kecewa karena tidak mendapatkan hasil seperti yang dia lihat pada orang lain.

"Ini bisa terjadi karena reaksi orang berbeda. Ada orang yang kulitnya bereaksi cepat, ada yang lambat. Masing-masing orang lain-lain reaksinya," kata dokter Titi.
 

Suntikan

Bekas cacar, lubang bekas jerawat, atau daerah garis senyum (smile line), supaya bisa rata, bisa "ditambal" dengan kolagen. Melalui teknik penyuntikan, bagian-bagian yang ingin dibuat mulus diisi dengan kolagen yang biasanya didapat dari sapi.

Di Indonesia kolagen dari sapi sudah beredar sejak sekian tahun lalu, bahkan sampai sekarang. Namun bagi mereka yang ingin mencoba teknik suntik ini, yang perlu diketahui, biasanya dalam waktu dua atau tiga bulan, harus menjalani suntik ulang kalau memang ingin tetap bertahan. Sampai sekarang belum ditemukan hasil permanen untuk penyuntikan kolagen ini.

Lagipula ada efek samping yang harus diperhatikan akibat suntikan ini, misalnya alergi. Atau penyuntikan mengakibatkan koreksi berlebihan (over corrected) berupa bagian kulit yang melentung. "Lebih fatal lagi lagi, reaksi bisa terjadi di lokasi lain yang sebenarnya bukan menjadi sasaran," kata Titi Moertolo.

Sebuah kasus yang pernah terjadi, misalnya, seseorang menjadi tua mendadak setelah penyuntikan selama dua tahun. Bila sudah demikian, sangat sulit untuk memperbaiki, bahkan untuk mengembalikan kekeadaan sebelumnya.

Titi mengingatkan, konsumen sebaiknya mencari beberapa pendapat kepada orang-orang yang kompeten sebelum memutuskan untuk memilih cara suntik. Hal yang sama juga berlaku pada saat seseorang ingin melakukan operasi kosmetik.

"Setelah puas mendapat keterangan dari beberapa orang, kalau memang mau melakukan, silakan," katanya. Soalnya kalau terjadi sesuatu, lebih sulit menariknya kembali.

Bahkan sekalipun itu dilakukan di negara yang sangat maju sekalipun. Dokter Titi lalu mencontohkan sebuah kejadian yang dialami oleh seorang wanita berusia 50-an di Amerika.

Akibat operasi plastik yang dijalaninya, wanita tadi mengalami bengkak-bengkak pada wajahnya. Setelah ditangani ulang, bengkak-bengkak itu memang akhirnya hilang, tetapi wajah wanita itu berubah sama sekali. Tidak menjadi lebih buruk, hanya saja orang menjadi sulit mengenali perubahan itu. Belakangan yang terjadi adalah munculnya stres karena dia merasa menjadi manusia lain.

Konsumen sebaiknya, kata Titi, jangan mudah terkecoh. Apalagi dalam soal kolagen ini masih terjadi kerancuan dengan silikon yang sudah jelas-jelas banyak menimbulkan korban. Ia mensinyalir, praktik-praktik penyuntikan kolagen, sebagian berbaur dengan penggunaan silikon.

Peringatan ini perlu dia kemukakan karena secara fisik sangat sulit membedakan antara kolagen dengan silikon. "Apalagi kalau harganya cuma puluhan ribu, saya curiga betul, itu silikon, bukan kolagen."
 
Sumber : Kompas, Minggu